Selasa, 19 Mei 2009

MALPRAKTEK

PENDAHULUAN

Dewasa ini hampir tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang terjamah oleh hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai tindak manusia yang teratur dan yang unik. Hal ini terutama disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur.salah satu kaidah yang diperlukan manusia adalah kaidah hukum yang mengatur antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dan ketentraman.
Dalam kaitannya dengan tugas tenaga kesehatan (dokter, perawat) sebagai tenaga profesional, sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan sehingga juga berlaku ketentuan hukum yang berlaku bagi setiap orang. Dilain pihak pasien semakin sadar akan hak-haknya dan perlindungan hukum atas dirinya, sehingga permasalahan hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien menjadi semakin kompleks.
Hukum kesehatan sebagai bagian dari ilmu hukum dapat memainkan peran yang berarti dalam menemukan hukum dan dalam mengkontruksikan peraturan hukum yang diperlukan dalam bidang kesehatan. Hal ini dapat dicapai baik melalui pembuatan peraturan perundang-undangan maupun melalui keputusan hakim, tapi dapat pula dengan cara menentukan sendiri melalui norma-norma etik dalam suatu bidang medis.
Tindakan atau perbuatan tenaga kesehatan sebagai subjek hukum dalam dalam pergaulan hidup masyarakat, dapat dibedakan antara tindakannya sehari-hari yang tidak berkaitan dengan profesinya, dan tindakan yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya.
Tanggung jawab profesional dalam arti tanggung jawab yang didasarkan pada kewajiban profesional tidak dengan sendirinya menimbulkan pertanggungjawaban hukum. Artinya, apabila dokter melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya ia dapat, menuntut haknya terlebih dahulu apakah tindakannya tersebut sesusi dengan standar profesi medis. Namun ternyata ia tidak berhasil memenuhi barulah dapat dipertanggungjawaban menurut hukum yang berlaku umum yaitu untuk mengganti kerugian (komalowati, 1989)

A. Pengertian Malpraktek

Istilah "malpraktek" yang sudah dikenal diantara para tenaga kesehatan di Indonesia sebenarnya hanya merupakan salah satu bentuk "Medical Malpractice" yaitu "Medical Negligence" yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Kelalaian Medis.
Malpraktek adalah kelalaian kaum profesi yang terjadi dalam melaksanakan profesinya. Seseorang dianggap lalai, apabila ia telah bertindak kurang hati-hati, acuh terhadap kepentingan orang lain, walaupun tidak dilakukan dengan sengaja dan akibat itu tidak dikehendakinya. Kalau unsur kelalaian itu dijadikan alasan untuk mengadukan dokter ke pengadilan, maka terjadi apa yang disebut "tuduhan malpraktek". Jadi "Kelalaian" adalah suatu kejadian akibat dokter tidak menjalankan tugas profesinya sebagaimana seharusnya. (Soeprapto, ed, 2006 )

Dikemukakan adanya "Three elements of liability" (Van der Mijn) :
a. Adanya kelalaian yang dapat dipermasalahkan ("culpability")
b. Adanya kerugian ("damages")
c. Adanya hubungan kausal ("causal relationship")

Perlu diketahui bahwa unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus terpenuhi seluruhnya.

Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika (Hanafiah, 1999. hal 88)
1. Dokter kurang menguasai IPTEK kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi kedokteran
2. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati
4. Melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka penggugat harus dapat membuktikan 4 (empat) unsur sebagai berikut :
a. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan
c. Pengugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar

Dalam bidang kedokteran suatu kesalahan yang kecil dapat menimbulkan akibat berupa kerugian besar. Perkembangan akibat-akibat ini dapat menunjukan adanya keinginan masyarakat untuk membawa kedoktern ke pengadilan untuk diadili secara hukum. Pada umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana yang merupakan kasus pelanggaran etik dan mana yang dikatagorikan melanggar hukum. Tidak semua pelanggaran etik merupakan malpraktek, sedangkan malpraktek sudah pasti merupakan pelanggaran etik profesi medis.

B. Peraturan Hukum Di Indonesia

Istilah dan definisi tentang "Malpraktek" tidak ada, baik di dalam KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) maupun didalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang kesehatan yang tercantum pada kedua Undang-undang tersebut adalah kata
"Kelalaian".

C. Sanksi Hukum :

a. Sanksi Pidana
Untuk kelalaian yang berlaku bagi setiap orang, diatur dalam Pasal 359, 360, dan 361 KUHP

Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain, diancam dengan pidana penjara lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun


Pasal 360 ayat (1)KUHP
Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain menderita luka berat, diancam dengan pedana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun
Yang dimaksud dengan luka berat ialah kriteria yang diatur dalam pasal 90 KUHP, yaitu :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencahariaan
3. Kehilangan salah satu pancaindra
4. Mendapat cacat berat (hilangnya salah satu anggota badannya)
5. Menderita sakit lumpuh
6. Terganggu pikirnya selama lebih cepat seminggu
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Pasal 360 ayat (2) KUHP
Barangsiapa kerena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu dan tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya selama waktu tertentu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah

b. Sanksi Perdata
Seorang dokter yang telah terbukti melakukan kelalaian sehingga pasiennya menderita luka atau mati, dapat digugat secara perdata berdasarkan Pasal 1366, 1370, atau 1371 KUH Perdata

Pasal 1366 KUH Perdata
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalalian atau kurang hati-hatinya

Pasal 1370 KUH Perdata
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-hati seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.

Pasal 1371KUH Perdata
Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberi hak kepada korban, selain mengganti biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut

Pasal 13 67 KUH Perdata
Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Menurut Pasal Undang-undang tersebut diatas :
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan
Ayat (2)
Ganti rugi yang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Penjelasan
Ayat (1)
Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu upaya untuk memberi perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun nonfisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena akibat kesalahan atau kelalaian itu mungkin dapat menyebbkan kematian atau menimbulkan cacat dan permanen
Yang dimaksud dengan kerugian fisik adalah hilangnya atau tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, sedangkan kerugian nonfisik berkaitan dengan martabat seseorang
Ayat (2)
Cukup jelas

c. Tindak Pidana Medis
Terdapat perbedaan yang mendasar antara tindak pidana biasa yang fokusnya adalah akibat dari tindak pidana tersebut. Tindak pidana medis fokusnya adalah justru kausa/sebab dan bukan akibat. Tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana, apabila secara teoritis paling sedikit mengandung 3 (tiga) unsur yaitu :
a. Melanggar norma hukum pidana tertulis
b. Bertentangan dengan hukum (melanggar hukum) dan
c. Berdasar suatu kelalaian

Ukuran kesalahan atau kesalahan/kelalaian dalam hukum pidana adalah kesalahan/kelalaian besar (culpa lata), bukan kelalaian ringan (culpa levis). Seperti hukum perdata penilaian adalah terhadap seseorang/dokter dengan tingkat kepandaian dan keterampilan rata-rata bukan dengan dokter yang terpandai. Culpa pada hakekatnya adalah pertentangan nurani antara kesenjangan disatu pihak dengan kebetulan dipihak lain.
Ukuran yang digunakan untuk culpa bukanlah orang/dokter yang paling hati-hati, malainkan culpa lata itu sendiri. Kelalaian bukanlah suatu penggaran hukum atau kejahatn, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orng lain dan orang itu dapat menerimanya. Namun, jika kelalaian itu dapat mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini dapat diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Culpa lata tidak dapat digunakan dalam bidang hukum perdata, sehingga perkara yang hanya memenuhi culpa levis dapat ditampung dalam hukum perdata dan hukum disiplin tenaga kesehatan
Tolak ukur culpa lata adalah :
a. Bertentangan dengan hukum
b. Akibatnya dapat dibayangkan
c. Akibatnya dapat dihindarkan
d. Perbuatannya dapat dipersalahkan

Beberapa perbuatan yang dapat dikatagorikan dalam tindak pidana adalah :
1. Menipu pasien (pasal 378 KUHP)
2. Sengaja membiarkan pasien tidak tertolong (pasal 322 KUHP)
3. Pengguguran kandungan tanpa idikasi medis (pasal-pasal 299, 348, 349 KUHP)
4. Lalai sehingga menyebabkan kematian atau luka-luka (pasal 359, 360, dan 361 KUHP)
5. Memberikan atau menjual obat palsu (pasal 386 KUHP)


d. Tindak Perdata Medis
Berbeda dengan hukum pidana yang bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, hukum perdata mengandung prinsip "barangsiapa merugikan orang lain, harus memberikan ganti rugi" Menurut hukum perdata, hubungan dokter - pasien dapat terjadi karena 2 (dua) hal yaitu :

1. Berdasarkan Perjanjian (Ius Contractu)
Di sini terbentuk suatu kontrak terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasar kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan apabila diduga terjadi "Wanprestasi" yaitu pengingkaran atas apa yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak melakukan, terlambat melakukan, atau salah melakukan terhadap apa yang diperjanjikan tersebut.
Untuk sahnya suatu perjanjian, Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat-syaratnya :
a. Adanya kesepakatan pihak-pihak yang membuat perjanjian
b. Kemampuan pihak-pihak untuk membuat perjanjian
c. Adanya objek tertentu
d. Mengenal suatu sebab/kausa yang diperbolehkan, halal, diizinkan atau lazim, tidak bertentangan dengan hukum kesusilaan atau ketertiban umum/masyarakat

2. Berdasar Hukum (Ius Delicto)
Di sini berlaku prinsip barangsiapa menimbulkan kerugian, pada orang lain harus memberikan ganti rugi atau kerugian tersebut. Kemungkinan-kemungkinan malpraktek perdata dapat terjadi untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Wenprestasi (Pasal 2139 KUH Perdata)
b. Perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
c. Melalaikan kewajiban (Pasal 1367 KUH Perdata)
d. Kelalaian yang mengakibatkan kerugian (Pasal 1366 KUH Perdata)

Dalam bidang kesehatan/ kedokteran, ada faktor-faktor yang khusus yang tidak dijumpai pada hukum yang berlaku umum sebagai berikut (guwandi, 1991) :

1. Risiko pengobatan (risk of treatment)
a. Risiko yang melekat/inheren
b. Risiko alergik
c. Komplikasi dalam tubuh pasien
2. Kecelakaan medis (medical accident)
3. Kekeliruan penilaian klinis (non negligent error of judgment)
4. "Contributory negligence". Istilah ini secara umum digunakan untuk sikap-sikap tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, yang mengakibatkan kerugian/cidera pada dirinya, tanpa memandang apakah pada pihak dokter terdapat pula kelalaian atau tidak (contoh : nasihat dokter)

Secara yuridis semua kasus dapat diajukan ke pengadilan baik pidana maupun perdata sebagai malpraktek medis dan apabila terbukti bahwa dokter tidak menyamping dari SPM (Standar Profesi Medis).

D. Upaya-Upaya Dalam Bidang Kesehatan
Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian profesi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Kemampuan Profesi
Melalui pendidikan kedokteran berkelanjutan akan membantu para dokter untuk mengikuti kemajuan ilmu kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga diharapkan dia tidak lagi melakukan tindakan dibawah standar. Dalam program ini perlu diingatkan tentang kode etik kedokteran dan kemampuan melakukan konseling dengan baik

2. Pengetatan Pengawasan Perilaku Etik
Upaya ini akan mendorong dokter untuk senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etik setinggi-tingginya, seorang dokter akan semakin jauh dari tindakan melanggar hukum

3. Penyusunan Proposal Pelayanan Kesehatan
Proposal ini mencakup dengan pembuatan rekam medis (medical record). Selama dokter bertindak sesuia dengan proposal tersebut, dia dapat terlindungi dari tuduhan malpraktek

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT

DASAR HUKUM
1. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Perawat
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
5. Surat Keputusan Dirjen Yanmed No. 00.03.2.6.951 Tahun 1997 tentang berlakunya Hak dan Kewajiban Perawat dan Bidan di RS.

PENGERTIAN-PENGERTIAN
Hak : Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
Kewajiban : Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau
suatu badan hukum
Pasien : Penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat
maupun sakit
Perawat : seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Rumah Sakit : sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian
Hak pasien : hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien


SE Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DI RS :
HAK PASIEN :
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi .
4. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar profesi keperawatan
5. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
6. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
7. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
8. Pasien berhak atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
9. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
> penyakit yang diderita tindakan medik apa yang hendak dilakukan
> kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tsb sebut dan tindakan untuk mengatasinya
> alternatif terapi lainnya
> prognosanva.
> perkiraan biaya pengobatan
10. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
11. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
12. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
15. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
16. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.

KEWAJIBAN PASIEN
1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah skait
2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya.
3. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
4. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter
5. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

HAK DAN KEWAJIBAN PERAWAT DAN BIDAN DI RS (SK Dirjen Yanmed No. YM 00.03.2.6.956 Th 1997

HAK-HAK PERAWAT DAN BIDAN :
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesuai latar belakang pendidikannya.
3. Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan serta standar profesi dan kode etik profesi.
4. Mendapatkan informasi lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
5. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan IPTEK dalam bidang keperawatan/kebidanan/kesehatan secara terus menerus.
6. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit maupun klien/pasien dan atau keluarganya.
7. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.
8. Diikutsertakan dalam penyusunan/penetapan kebijakan pelayanan kesehatan di rumah sakit
9. Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh klien/pasien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan lain.
10. Menolak pihak lain yang memberi anjuran/permintaan tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan perundang-undangan, standar profesi dan kode etik profesi.
11. Mendapatkan perhargaan imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit.
12. Memperoleh kesempatan mengembangkan karir sesuai dengan bidang profesinya.

KEWAJIBAN PERAWAT DAN BIDAN :
1. Mematuhi semua peraturan RS dengan hubungan hukum antara perawat dan bidan dengan pihak RS.
2. Mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit
3. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati / perjanjian yang telah dibuatnya.
4. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan atau kebidanan sesuai dengan standar profesi dan batas kewenangannya atau otonomi profesi.
5. Menghormati hak-hak klien atau pasien.
6. Merujuk klien atau pasien kepada perawat lain atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik.
7. Memberikan kesempatan kepada klien/pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarganya dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau keyakinannya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan pelayanan kesehatan.
8. Bekerjasama dengan tenaga medis/tenaga kesehatan lain yang terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan/asuhan kebidanan kepada klien/pasien.
9. Memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan keperawatan atau kebidanan kepada klien/pasien dan atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya.
10. Membuat dokumen asuhan keperawatan atau kebidanan secara akurat dan berkesinambungan.
11. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan atau kebidanan sesuai standar profesi keperawatan atau kebidanan dan kepuasan kklien/pasien.
12. Mengikuti IPTEK keperawatan atau kebidanan secara terus menerus.
13. Melakukan pertolongan darurat sebagai tugas perikemanusiaan sesuai dengan batas kewenangannya.
14. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien/pasien bahkan juga setelah klien/pasien tersebut meninggal, kecuali jika diminta keterangannya oleh yang berwenang.

SE Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan RS
HAK-HAK RUMAH SAKIT :
1. Rumah sakit berhak membuat peraturan-peraturan yang berlaku di rumah sakitnya sesuai dengan kondisi/keadaan yang ada di rumah sakit tersebut (hospital by laws)
2. Rumah sakit berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan rumah sakit.
3. Rumah sakit berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya.
4. Rumah sakit berhak memilih tenaga dokter yang akan bekerja di rumah sakit melalui panitia kredensial.
5. Rumah sakit berhak menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga, dan lain-lain).
6. Rumah sakit berhak mendapat perlindungan hukum.

KEWAJIBAN RUMAH SAKIT :
1. Rumah sakit wajib mematuhi perundangan dan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
2. Rumah sakit wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membedakan suku, ras, agama, seks dan status sosial pasien
3. Rumah sakit wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (duty of care).
4. Rumah sakit wajib menjaga mutu perawatan dengan tidak membedakan kelas perawatan (quality of care)
5. Rumah sakit wajib memberikan pertolongan pengobatan di unit gawat darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu
6. Rumah sakit wajib menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan.
7. Rumah sakit wajib menyediakan sarana dan peralatan medik (medical equipment)sesuai dengan standar yang berlaku.
8. Rumah sakit wajib menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap
pakai (ready for use).
9. Rumah sakit wajib merujuk pasien kepada rumah sakit lain apabila tidak memiliki sarana , prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan.
10. Rumah sakit wajib mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana
11. Rumah sakit wajib membuat standar dan prosedur tetap baik untuk pelayanan medik, penunjang medik, non medik.
12. Khusus untuk RS Pendidikan, RS wajib memberikan informasi bahwa penderita termasuk dalam proses/pelaksanaan pendidikan dokter/dokter spesialis.

Senin, 18 Mei 2009

HAK ASASI MANUSIA

PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

> HAM = droits de l'homme (Perancis) = human rights (Inggris).
> HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia sebag sesuai dengan martabatai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak ini dibutuhkan agar setiap orang dapat hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia.
Pengertian HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia :
> Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

SEJARAH PERKEMBANGAN HAM
1. Piagam Magna Charta (1215) - Inggris
2. Habeas Corpus Act (1679) - Inggris.
3. Bill of Rights (1689) - Inggris
4. Declaration of Independence (1776) - AS
5. Declaration des Droit de L'hommes et du Citoyen (1789) - Perancis
6. Atlantic Charter (1941) di AS
7. Universal Declaration of Human Rights (1948)- UDHR
8. Perjanjian-perjanjian internasiona

Peraturan / Instrumen Nasional tentang HAM
1. Perubahan Kedua UUD 1945
2. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manus

Peraturan / Instrumen Internasional tentang HAM
> UDHR
> Covenant on Civil and Political Rights (Perjanjian tentang hak-hak sipil)
> Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Perjanjian tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya).

UDHR :
HAM dikategorikan dalam 2 kelompok :
1. Hak-hak politik dan yuridis (Civil and political rights);
2. Hak-hak sosial, ekonomi dan budaya (Economic, social and culture rights).
UDHR bidang kesehatan :
- Hak atas pemeliharaan kesehatan
- Hak untuk menentukan nasib sendiri
Pasal 25 UDHR :
(1). Setiap orang berhak atas tingkat hidup yan menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta usaha-usaha sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan di waktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau mengalami kekurangan nafkah ketiadaan mata pencaharian yang lain dalam keadaan di luar pengasaannya.
(2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan didalam maupun diluar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

PERUBAHAN KEDUA UUD 1945 BAB XA HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28 A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28 B
ayat (1) : Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah;
ayat (2) : Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 C
ayat (1) : Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia;
ayat (2) : Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Pasal 28 H
ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;
ayat (2) : Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan;
ayat (3) : Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat;
ayat (4) : Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambii alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 28 J
ayat (1) : Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
ayat (2) : Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

TAP MPR NO. XVII/MPR/198 TENTANG HAK ASASI MANUSIA
Antara lain berisi :
1. Menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman tentang hak asasi manusia kepada seluruh warga masyarakat.
2. Menugaskan kepada presiden serta DPR untuk meratifikasi instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia sepanjang tidak bertentangan dengan.

UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA
Ada 10 Pokok Hak Asasi Manusia, 101 jenis hak asasi manusia
10 Pokok Hak Asasi Manusia :
> Hak untuk hidup
> Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
> Hak mengembangkan diri
> Hak memperoleh keadilan
> Hak atas kebebasan pribadi
> Hak atas rasa aman
> Hak atas kesejahteraan
> Hak turut serta dalam pemerintahan
> Hak wanita
> Hak anak

Lembaga Perlindungan HAM
> Komnas HAM (UU No. 39 Tahun 1999)
> Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000)
> Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Keppres No. 181/1998)
> YLBHI, Kontras, Yayasan Yap Thian Hien

EUTHANASIA

PENGERTIAN

Euthanasia
> Bahasa Yunani = Euthanatos
> "eu" yang berarti baik dan "thanatos" yang berarti mati.
> Good death atau easy death
> atau mercy killing karena pada hakekatnya euthanasia merupakan tindakan pembunuhan atas dasar perasaan kasihan.
> Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang atas dasar kasihan karena menderita penyakit, kecideraan atau ketidakberdayaan yang tak mempunyai harapan lagi untuk sembuh (the mercy killing of the hoplessly ill, injured or incapacitated).

JENIS-JENIS EUTHANASIA
Dilihat dari :
> segi inisiatif / permintaan
1. Euthanasia sukarela : atas permintaan pasien
2. Euthanasia tidka sukarela : tidak atas permintaan pasien
> cara pelaksanaannya
1. Euthanasia pasif :
adalah ketika tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup kepada pasien (dengan catatan bahwa perawatan rutin yang optimal untuk mendampingi/membantu pasien dalam fase terakhirnya tetap diberikan).
2. Euthanasia aktif :
adalah ketika tenaga kesehatan secara sengaja melakukan tindakan untuk memperpendek hidup pasien atau mengakhiri hidup pasien tersebut Euthanasia Aktif
a. euthanasia aktif langsung :
yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui tindakan medis yang diperhitungan akan langsung mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan.
b. euthanasia aktif tidak langsung :
tindakan medis yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.


PENGERTIAN MATI
A. Euthanasia - Konsep Mati
PP No. 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat dan atau jarngan tubuh manusia.
Mati adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

PASAL-PASAL YANG BERKAITAN DENGAN EUTHANASIA

Pasal 304 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak empat ratus ribu rupiah.(euthanasia pasif)

Pasal 306 KUHP :
Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 304 mengakibatkan orang mati, si tersalah itu dihukum penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 338 KUHP :
Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP :
Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord) dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu teretentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 344 KUHP : Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.

Pasal 359 KUHP :
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang lain, dihukum penjara selama- lamanya 5 (lima) tahun atau kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun.

Pasal 345 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk bunuh diri, membantunya dalam
perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun.

Pasal 1365 KUHPERDATA
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbikan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut Pernyataan IDI tentang mati (SK.PB.IDI. No. 231/PB/A.4/07/90)
a. Mati adalah proses yang berlangsung secara berangsur. Tiap sel dalam tubuh manusia mempunyai daya tahan yang berbeda-beda terhadap adanya oksigen dan oleh karenanya mempunyai saat kematian yang berbeda pula.
b. Dalam tubuh manusia ada tiga organ penting yang selalu dilihat dalam penentuan kematian seseorang yaitu jantung, paru-paru dan otak (khususnya batang otak).
c. Diantara ketiga organ tersebut, kerusakan permanen pada batang otak tidak dapat dinyatakan hidup lagi.

Definisi mati.
Seseorang dinyatakan mati bilamana :
a. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau
b. Bila terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Untuk tujuan transplantasi organ, penentuan mati didasarkan pada mati batang otak. Sebelum
dilakukan pengambilan organ, semua tindakan medis diteruskan agar organ tetap baik.

Gagal Nafas

PENDAHULUAN

Gagal Nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat, sehingga membahayakan keselamatan pasien. Gagal nafas yang merupakan kegawatan medis sering merupakan stadium akhir dari penyakit paru kronis. Selain itu bisa juga diakibatkan karena suatu kondisi yang parah, atau penyakit paru-paru mendadak
misalnya pada ARDS walaupun awalnya ia masih sehat. Hampir setiap kondisi yang mempengaruhi pernafasan atau paru-paru dapat memicu terjadinya gagal nafas. Overdosis opioid atau alkohol yang menyebabkan efek sedasi sehingga seseorang bisa mengalami henti nafas dan menderita gagal nafas. Obstruksi jalan nafas, cedera jaringan paru, dan kelemahan otot-otot pernafasan juga merupakan penyebab yang umumnya terjadi. Gagal nafas dapat terjadi jika darah yang melewati paru-paru tidak normal, sebagaimana yang terjadi pada embolisme paru.
Gangguan ini tidak menghentikan pergerakan udara untuk masuk dan keuar dari paru, tetapi tanpa aliran darah yang adekuat maka oksigen tidak bias diambil dari udara luar (Purnawan, 2008).
Mengingat begitu sering dijumpainya penyakit-penyakit tersebut di atas, maka dapat diprediksi bahwa kejadian gagal nafas juga akan sering dijumpai. Perawat seringkali merupakan orang yang pertama mengenali timbulnya gagal nafas. Monitor sederhana di tempat tidur dapat mengenali tanda-tanda pasien tidak mengkompensasi (Hudak dan Gallo, 1997). Maka perawat harus terus
memperdalam pengetahuan mengenai gagal nafas, mulai dari faktor risiko, tanda dan gejala hingga penanganannya. Oleh sebab itu penulis menulis makalah mengenai gagal nafas ini.


TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Menurut Hudak dan Gallo (1997), gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat. Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga menyebabkan PO2 <50>45
mmHg (hiperkapnia) (Smeltzer, 2001).
Gagal Nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat (Purnawan, 2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa gagal nafas adalah suatu keadaan/respon akibat tubuh tidak dapat mempertahankan nilai-nilai normal dari pH, PaO2, dan PaCO2 dalam darah.

B. ETIOLOGI
Sistem
1. Sistem syaraf
> batang otak
> medulla spinalis
> syaraf
Kejadian
> trauma kepala
> poliomyelitis
> fraktur servikal (C1-C6)
> overdisis obat
2. Sistem otot
> Primer-diafragma
> Sekunder-pernafasan
Kejadian
> Miastenia Gravis
> Guillain Barir Sindrom
3. Sistem rangka
> Thorak
Kejadian
> Flail Chest
> kifoskoliosis
4. Sistem pernafasan
> Jalan nafas
> Alveoli
> Sirkulasi paru
Kejadian
> Emboli paru
> Obstruksi ; edema laringa; bronchitis; asthma
> Empisema; pneumonia; fibrosis
5. Sistem kardiovaskuler
Kejadian
> Gagal jantung kongestif; kelebihan beban cairan; bedah jantung; infark miokard.
6. Sistem gastrointestinal
Kejadian
> Aspirasi
7. Sistem hematologi
Kejadian
> DIC
8. Sistem genitourinaria
Kejadian
> Gagal ginjal
(Smeltzer, 2001 ; Purnawan, 2008 ; Ahrens dan Donna, 1993 ; Anonim A, 2009).

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Purnawan (2008) beberapa tanda dan gejala gagal nafas adalah :
a. Sianosis (warna kebiruan) dikarenakan rendahnya kadar oksiegen dalam darah
b. Kebingungan dan perasaan mengantuk akibat tingginya kadar karbondioksida dan peningkatan keasaman darah
c. Pernafasan cepat dan dalam, sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida tapi jika paru-paru tidak berfungsi secara normal maka pola nafas seperti itu tidak dapat membantu.
d. Rendahnya kadar oksigen dengan segera bisa menyebabkan gangguan pada otak dan jantung. Hal ini ditandai dengan penurunan kesadaran atau pingsan; menyebabkan aritmia jantung yang bisa membawa pada kematian.
e. Frekunsi nafas lebih dari 40 kali/menit, frekunsi normal nafas adalah 16-20 kali/menit, jika sampai 25 kali/menit, status pasien harus mulai dievaluasi.
f. Kavasitas Vital kurang dari 10-20 ml/kg

Beberapa gejala gagal nafas bervariasi berdasarkan penyebabnya:
a. Anak dengan sumbatan jalan nafas karena aspirasi benda-benda asing akan tampak terengah-engah dan melakukan usaha keras dalam bernafasnya.
b. Seseorang yang keracunan mungkin tampak tenang sampai dengan koma.

D. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penafasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena "kerja pernafasan" menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Penyebab gagal nafas terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernafasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Anonim B, 2009).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan gas darah : Hipoksemia Ringan (PaO2 < 80 mmHg), Sedang (PaO2 < 60 mmHg), Berat (PaO2 < 40 mmHg) ; pCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg ;
a) Hb : dibawah 12 gr %
b) pH darah dibawah 7,35 atau di atas 7,45
c) BE di bawah -2 atau di atas +2 d) Saturasi O2 kurang dari 90 % 2. Pemeriksaan rontgen dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan , dapat terlihat perpindahan letak mediastinum.
3. Hemodinamik Tipe I : peningkatan PCWP
4. EKG Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan Disritmia.

F. KOMPLIKASI
Menurut Ahrens dan Donna (1993), komplikasi yang dapat timbul dari gagal nafas adalah : asidosis metabolik ; infeksi ; kegagalan penyapihan ventilasi mekanik (ventilator) ; dan rendahnya asupan nutrisi yang adekuat.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
a. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker
2) Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
3) Inhalasi nebulizer
4) Pengobatan: bronkodilator, steroid,
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mengkaji status pernafasan (frekuensi nafas, bunyi nafas,
2) Fisioterapi dada
3) Pemantauan hemodinamik / jantung
4) Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
(Wilkinson, 2006)

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Doengoes cit. Arifin (2009), pengkajian gagal nafas dapat dilakukan dengan :
a ) Airway
Peningkatan sekresi pernapasan, Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi.
b) Pernafasan (breathing)
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, "lapar udara", batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernafasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi nafas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
c) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, irama ireguler S3S4/Irama gallop ; Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal ; Hamman's sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum) ; TD (hipertensi/hipotensi)
d) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat nafas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
e) Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
f) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Menurut Wilkinson (2006) dan Santosa (2005), beberapa diagnosa yang dapat muncul pada pasien gagal nafas adalah :
a) Pola nafas tidak efektif b.d. hiperventilasi
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi- ventilasi
c) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
d) Disfungsional respon penyapihan ventilatori berhubungan dengan penurunan motifasi; tak berdaya; pasien merasakan tidak nyaman dalam kemampuan penyapihan
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
f) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
g) Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik
h) Ansietas berhubungan dengan penyakti kritis, takut terhadap kematian
i) Nyeri akut berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, letak selang endotrakeal

J. RENCANA KEPERAWATAN
1) Pola nafas tidak efektif b.d. hipervemtilasi
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernafasan serta pola pernafasan.
b. Kaji tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam
c. Kolaborasikan pemberian oksigen
d. Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
e. Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernafasan
f. Instruksikan pasien untuk melakukan pernafasan diapragma atau bibir
g. Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO2 > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
h. Kolaborasikan pemberikan obat-obatan : bronkodilator, antibiotik, steroid
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi- ventilasi
a. Kaji bunyi paru; frekuensi nafas, kedalaman, dan usaha; dan produksi sputum sesuai dengan indikator dari penggunaan alat penunjang yang efektif
b. Pantau hasil gas darah (PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat, kemunduran tingkat respirasi)
c. Pantau status mental (tingkat kesadaran, gelisah, dan konfusi)
d. Ajarkan pada pasien teknik bernafas dan relaksasi
e. Kolaborasikan pemberikan obat
f. Kolaborasikan pemberikan oksigen
g. Atur posisi untuk memaksimalkan potensi ventilasi
3) Disfungsional respon penyapihan ventilator berhubungan dengan penurunan motifasi; tak berdaya; pasien merasakan tidak nyaman dalam kemampuan penyapihan Penyapihan ventilator mekanik:
a. Pantau tanda keletihan otot pernafasan
b. Bantu pasien untuk membedakan pernafasan spontan dari pernafasan yang dialirkan oleh mesin
c. Selingi periode dari percobaan penyapihan dengan periode istirahat dan tidur yang cukup
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
Terapi aktivitas:
a. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan ambulasi yang dapat ditoleransi
b. Penggunaan peralatan seperti oksigen selama aktivitas
Pengelolaan energi:
a. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas
b. Pantau respon oksigen pasien
c. Rencanakakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
a. Pantau tanda / gejala iinfeksi (suhu tubuh, nadi, malaise, keletihan, dll)
b. Pantau hasil laboratorium
c. Kolaborasikan pemberian antibiotik
6) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Pengelolaan jalan nafas :
a) Instrusikan pada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam
c) Kolaborasikan pemberian aerosol, nebulizer, dan peralatan paru lainnya
b) Jelaskan penggunaan peralatan pendukung dengan benar
Pengisapan jalan nafas :
a) Tentukan kebutuhan pengisapan oral dan/ atau trakeal
b) Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah pengisapan
c) Catat tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan
7) Ansietas berhubungan dengan penyakti kritis, takut terhadap kematian
Pengurangan ansietas :
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
b. Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan, dan prognosis
c. Dampingi pasien selama prosedur
h) Nyeri akut berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, letak selang endotrakeal
Penatalaksanaan nyeri:
1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, keparahan, dan fraktor presipitasi)
2) Obsesrvasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal
3) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
Pemberian analgesik:
1) Kolaborasikan pemberian analgesik
2) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi dengan pengkajian nyeri dan efek sampingnya,
(Wilkinson, 2006)

DAFTAR PUSTAKA
Ahrens, T. and Donna prentice. 1993. Critical Care Certification Preparation, Review, and Practice Exams. USA : Mc. Graw-Hill.

Anonim A. 2009. Laporan Pendahuluan Gagal Nafas. http://images.nersgun.multiply.com/attachment/0/RonBKgoKCpYAADEZRF81/LP%20GAGAL%20NAFAS.doc?nmid=48339252. 05 April 2009.
Anonim B. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Nafas. http://www.medlinux.blogspot.com/. 05 April 2009.

Arifin. 2009. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Klien dengan Gagal Nafas (Bantuan Ventilasi Mekanik). http://blog.ilmukeperawatan.com/?p=19. 05 Aprpil 2009.

Hudak, C.M dan Barbara M. Gallo. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.

Katzung, B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

Purnawan, I. 2008. Gagal Nafas. http://www.unsoed.ac.id/cmsfak/UserFiles/File/GAGAL%20NAFAS(1).rtf. April 2009.

Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 : definisi & Klasifikasi. Prima Medika.

Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddatrth. Jakarta : EGC.

Wilkinson, J.M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta : EGC.