PENDAHULUAN
Dewasa ini hampir tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang terjamah oleh hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai tindak manusia yang teratur dan yang unik. Hal ini terutama disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur.salah satu kaidah yang diperlukan manusia adalah kaidah hukum yang mengatur antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dan ketentraman.
Dalam kaitannya dengan tugas tenaga kesehatan (dokter, perawat) sebagai tenaga profesional, sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan sehingga juga berlaku ketentuan hukum yang berlaku bagi setiap orang. Dilain pihak pasien semakin sadar akan hak-haknya dan perlindungan hukum atas dirinya, sehingga permasalahan hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien menjadi semakin kompleks.
Hukum kesehatan sebagai bagian dari ilmu hukum dapat memainkan peran yang berarti dalam menemukan hukum dan dalam mengkontruksikan peraturan hukum yang diperlukan dalam bidang kesehatan. Hal ini dapat dicapai baik melalui pembuatan peraturan perundang-undangan maupun melalui keputusan hakim, tapi dapat pula dengan cara menentukan sendiri melalui norma-norma etik dalam suatu bidang medis.
Tindakan atau perbuatan tenaga kesehatan sebagai subjek hukum dalam dalam pergaulan hidup masyarakat, dapat dibedakan antara tindakannya sehari-hari yang tidak berkaitan dengan profesinya, dan tindakan yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya.
Tanggung jawab profesional dalam arti tanggung jawab yang didasarkan pada kewajiban profesional tidak dengan sendirinya menimbulkan pertanggungjawaban hukum. Artinya, apabila dokter melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya ia dapat, menuntut haknya terlebih dahulu apakah tindakannya tersebut sesusi dengan standar profesi medis. Namun ternyata ia tidak berhasil memenuhi barulah dapat dipertanggungjawaban menurut hukum yang berlaku umum yaitu untuk mengganti kerugian (komalowati, 1989)
A. Pengertian Malpraktek
Istilah "malpraktek" yang sudah dikenal diantara para tenaga kesehatan di Indonesia sebenarnya hanya merupakan salah satu bentuk "Medical Malpractice" yaitu "Medical Negligence" yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Kelalaian Medis.
Malpraktek adalah kelalaian kaum profesi yang terjadi dalam melaksanakan profesinya. Seseorang dianggap lalai, apabila ia telah bertindak kurang hati-hati, acuh terhadap kepentingan orang lain, walaupun tidak dilakukan dengan sengaja dan akibat itu tidak dikehendakinya. Kalau unsur kelalaian itu dijadikan alasan untuk mengadukan dokter ke pengadilan, maka terjadi apa yang disebut "tuduhan malpraktek". Jadi "Kelalaian" adalah suatu kejadian akibat dokter tidak menjalankan tugas profesinya sebagaimana seharusnya. (Soeprapto, ed, 2006 )
Dikemukakan adanya "Three elements of liability" (Van der Mijn) :
a. Adanya kelalaian yang dapat dipermasalahkan ("culpability")
b. Adanya kerugian ("damages")
c. Adanya hubungan kausal ("causal relationship")
Perlu diketahui bahwa unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus terpenuhi seluruhnya.
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika (Hanafiah, 1999. hal 88)
1. Dokter kurang menguasai IPTEK kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi kedokteran
2. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati
4. Melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka penggugat harus dapat membuktikan 4 (empat) unsur sebagai berikut :
a. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan
c. Pengugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar
Dalam bidang kedokteran suatu kesalahan yang kecil dapat menimbulkan akibat berupa kerugian besar. Perkembangan akibat-akibat ini dapat menunjukan adanya keinginan masyarakat untuk membawa kedoktern ke pengadilan untuk diadili secara hukum. Pada umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana yang merupakan kasus pelanggaran etik dan mana yang dikatagorikan melanggar hukum. Tidak semua pelanggaran etik merupakan malpraktek, sedangkan malpraktek sudah pasti merupakan pelanggaran etik profesi medis.
B. Peraturan Hukum Di Indonesia
Istilah dan definisi tentang "Malpraktek" tidak ada, baik di dalam KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) maupun didalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang kesehatan yang tercantum pada kedua Undang-undang tersebut adalah kata
"Kelalaian".
C. Sanksi Hukum :
a. Sanksi Pidana
Untuk kelalaian yang berlaku bagi setiap orang, diatur dalam Pasal 359, 360, dan 361 KUHP
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain, diancam dengan pidana penjara lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun
Pasal 360 ayat (1)KUHP
Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain menderita luka berat, diancam dengan pedana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun
Yang dimaksud dengan luka berat ialah kriteria yang diatur dalam pasal 90 KUHP, yaitu :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencahariaan
3. Kehilangan salah satu pancaindra
4. Mendapat cacat berat (hilangnya salah satu anggota badannya)
5. Menderita sakit lumpuh
6. Terganggu pikirnya selama lebih cepat seminggu
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
Pasal 360 ayat (2) KUHP
Barangsiapa kerena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu dan tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya selama waktu tertentu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah
b. Sanksi Perdata
Seorang dokter yang telah terbukti melakukan kelalaian sehingga pasiennya menderita luka atau mati, dapat digugat secara perdata berdasarkan Pasal 1366, 1370, atau 1371 KUH Perdata
Pasal 1366 KUH Perdata
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalalian atau kurang hati-hatinya
Pasal 1370 KUH Perdata
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-hati seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.
Pasal 1371KUH Perdata
Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberi hak kepada korban, selain mengganti biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut
Pasal 13 67 KUH Perdata
Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Menurut Pasal Undang-undang tersebut diatas :
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan
Ayat (2)
Ganti rugi yang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Penjelasan
Ayat (1)
Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu upaya untuk memberi perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun nonfisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena akibat kesalahan atau kelalaian itu mungkin dapat menyebbkan kematian atau menimbulkan cacat dan permanen
Yang dimaksud dengan kerugian fisik adalah hilangnya atau tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, sedangkan kerugian nonfisik berkaitan dengan martabat seseorang
Ayat (2)
Cukup jelas
c. Tindak Pidana Medis
Terdapat perbedaan yang mendasar antara tindak pidana biasa yang fokusnya adalah akibat dari tindak pidana tersebut. Tindak pidana medis fokusnya adalah justru kausa/sebab dan bukan akibat. Tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana, apabila secara teoritis paling sedikit mengandung 3 (tiga) unsur yaitu :
a. Melanggar norma hukum pidana tertulis
b. Bertentangan dengan hukum (melanggar hukum) dan
c. Berdasar suatu kelalaian
Ukuran kesalahan atau kesalahan/kelalaian dalam hukum pidana adalah kesalahan/kelalaian besar (culpa lata), bukan kelalaian ringan (culpa levis). Seperti hukum perdata penilaian adalah terhadap seseorang/dokter dengan tingkat kepandaian dan keterampilan rata-rata bukan dengan dokter yang terpandai. Culpa pada hakekatnya adalah pertentangan nurani antara kesenjangan disatu pihak dengan kebetulan dipihak lain.
Ukuran yang digunakan untuk culpa bukanlah orang/dokter yang paling hati-hati, malainkan culpa lata itu sendiri. Kelalaian bukanlah suatu penggaran hukum atau kejahatn, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orng lain dan orang itu dapat menerimanya. Namun, jika kelalaian itu dapat mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini dapat diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Culpa lata tidak dapat digunakan dalam bidang hukum perdata, sehingga perkara yang hanya memenuhi culpa levis dapat ditampung dalam hukum perdata dan hukum disiplin tenaga kesehatan
Tolak ukur culpa lata adalah :
a. Bertentangan dengan hukum
b. Akibatnya dapat dibayangkan
c. Akibatnya dapat dihindarkan
d. Perbuatannya dapat dipersalahkan
Beberapa perbuatan yang dapat dikatagorikan dalam tindak pidana adalah :
1. Menipu pasien (pasal 378 KUHP)
2. Sengaja membiarkan pasien tidak tertolong (pasal 322 KUHP)
3. Pengguguran kandungan tanpa idikasi medis (pasal-pasal 299, 348, 349 KUHP)
4. Lalai sehingga menyebabkan kematian atau luka-luka (pasal 359, 360, dan 361 KUHP)
5. Memberikan atau menjual obat palsu (pasal 386 KUHP)
d. Tindak Perdata Medis
Berbeda dengan hukum pidana yang bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, hukum perdata mengandung prinsip "barangsiapa merugikan orang lain, harus memberikan ganti rugi" Menurut hukum perdata, hubungan dokter - pasien dapat terjadi karena 2 (dua) hal yaitu :
1. Berdasarkan Perjanjian (Ius Contractu)
Di sini terbentuk suatu kontrak terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasar kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan apabila diduga terjadi "Wanprestasi" yaitu pengingkaran atas apa yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak melakukan, terlambat melakukan, atau salah melakukan terhadap apa yang diperjanjikan tersebut.
Untuk sahnya suatu perjanjian, Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat-syaratnya :
a. Adanya kesepakatan pihak-pihak yang membuat perjanjian
b. Kemampuan pihak-pihak untuk membuat perjanjian
c. Adanya objek tertentu
d. Mengenal suatu sebab/kausa yang diperbolehkan, halal, diizinkan atau lazim, tidak bertentangan dengan hukum kesusilaan atau ketertiban umum/masyarakat
2. Berdasar Hukum (Ius Delicto)
Di sini berlaku prinsip barangsiapa menimbulkan kerugian, pada orang lain harus memberikan ganti rugi atau kerugian tersebut. Kemungkinan-kemungkinan malpraktek perdata dapat terjadi untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Wenprestasi (Pasal 2139 KUH Perdata)
b. Perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
c. Melalaikan kewajiban (Pasal 1367 KUH Perdata)
d. Kelalaian yang mengakibatkan kerugian (Pasal 1366 KUH Perdata)
Dalam bidang kesehatan/ kedokteran, ada faktor-faktor yang khusus yang tidak dijumpai pada hukum yang berlaku umum sebagai berikut (guwandi, 1991) :
1. Risiko pengobatan (risk of treatment)
a. Risiko yang melekat/inheren
b. Risiko alergik
c. Komplikasi dalam tubuh pasien
2. Kecelakaan medis (medical accident)
3. Kekeliruan penilaian klinis (non negligent error of judgment)
4. "Contributory negligence". Istilah ini secara umum digunakan untuk sikap-sikap tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, yang mengakibatkan kerugian/cidera pada dirinya, tanpa memandang apakah pada pihak dokter terdapat pula kelalaian atau tidak (contoh : nasihat dokter)
Secara yuridis semua kasus dapat diajukan ke pengadilan baik pidana maupun perdata sebagai malpraktek medis dan apabila terbukti bahwa dokter tidak menyamping dari SPM (Standar Profesi Medis).
D. Upaya-Upaya Dalam Bidang Kesehatan
Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian profesi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Kemampuan Profesi
Melalui pendidikan kedokteran berkelanjutan akan membantu para dokter untuk mengikuti kemajuan ilmu kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga diharapkan dia tidak lagi melakukan tindakan dibawah standar. Dalam program ini perlu diingatkan tentang kode etik kedokteran dan kemampuan melakukan konseling dengan baik
2. Pengetatan Pengawasan Perilaku Etik
Upaya ini akan mendorong dokter untuk senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etik setinggi-tingginya, seorang dokter akan semakin jauh dari tindakan melanggar hukum
3. Penyusunan Proposal Pelayanan Kesehatan
Proposal ini mencakup dengan pembuatan rekam medis (medical record). Selama dokter bertindak sesuia dengan proposal tersebut, dia dapat terlindungi dari tuduhan malpraktek
Dewasa ini hampir tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang terjamah oleh hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai tindak manusia yang teratur dan yang unik. Hal ini terutama disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur.salah satu kaidah yang diperlukan manusia adalah kaidah hukum yang mengatur antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dan ketentraman.
Dalam kaitannya dengan tugas tenaga kesehatan (dokter, perawat) sebagai tenaga profesional, sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan sehingga juga berlaku ketentuan hukum yang berlaku bagi setiap orang. Dilain pihak pasien semakin sadar akan hak-haknya dan perlindungan hukum atas dirinya, sehingga permasalahan hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien menjadi semakin kompleks.
Hukum kesehatan sebagai bagian dari ilmu hukum dapat memainkan peran yang berarti dalam menemukan hukum dan dalam mengkontruksikan peraturan hukum yang diperlukan dalam bidang kesehatan. Hal ini dapat dicapai baik melalui pembuatan peraturan perundang-undangan maupun melalui keputusan hakim, tapi dapat pula dengan cara menentukan sendiri melalui norma-norma etik dalam suatu bidang medis.
Tindakan atau perbuatan tenaga kesehatan sebagai subjek hukum dalam dalam pergaulan hidup masyarakat, dapat dibedakan antara tindakannya sehari-hari yang tidak berkaitan dengan profesinya, dan tindakan yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya.
Tanggung jawab profesional dalam arti tanggung jawab yang didasarkan pada kewajiban profesional tidak dengan sendirinya menimbulkan pertanggungjawaban hukum. Artinya, apabila dokter melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya ia dapat, menuntut haknya terlebih dahulu apakah tindakannya tersebut sesusi dengan standar profesi medis. Namun ternyata ia tidak berhasil memenuhi barulah dapat dipertanggungjawaban menurut hukum yang berlaku umum yaitu untuk mengganti kerugian (komalowati, 1989)
A. Pengertian Malpraktek
Istilah "malpraktek" yang sudah dikenal diantara para tenaga kesehatan di Indonesia sebenarnya hanya merupakan salah satu bentuk "Medical Malpractice" yaitu "Medical Negligence" yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Kelalaian Medis.
Malpraktek adalah kelalaian kaum profesi yang terjadi dalam melaksanakan profesinya. Seseorang dianggap lalai, apabila ia telah bertindak kurang hati-hati, acuh terhadap kepentingan orang lain, walaupun tidak dilakukan dengan sengaja dan akibat itu tidak dikehendakinya. Kalau unsur kelalaian itu dijadikan alasan untuk mengadukan dokter ke pengadilan, maka terjadi apa yang disebut "tuduhan malpraktek". Jadi "Kelalaian" adalah suatu kejadian akibat dokter tidak menjalankan tugas profesinya sebagaimana seharusnya. (Soeprapto, ed, 2006 )
Dikemukakan adanya "Three elements of liability" (Van der Mijn) :
a. Adanya kelalaian yang dapat dipermasalahkan ("culpability")
b. Adanya kerugian ("damages")
c. Adanya hubungan kausal ("causal relationship")
Perlu diketahui bahwa unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus terpenuhi seluruhnya.
Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika (Hanafiah, 1999. hal 88)
1. Dokter kurang menguasai IPTEK kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi kedokteran
2. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati
4. Melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka penggugat harus dapat membuktikan 4 (empat) unsur sebagai berikut :
a. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan
c. Pengugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya
d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar
Dalam bidang kedokteran suatu kesalahan yang kecil dapat menimbulkan akibat berupa kerugian besar. Perkembangan akibat-akibat ini dapat menunjukan adanya keinginan masyarakat untuk membawa kedoktern ke pengadilan untuk diadili secara hukum. Pada umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana yang merupakan kasus pelanggaran etik dan mana yang dikatagorikan melanggar hukum. Tidak semua pelanggaran etik merupakan malpraktek, sedangkan malpraktek sudah pasti merupakan pelanggaran etik profesi medis.
B. Peraturan Hukum Di Indonesia
Istilah dan definisi tentang "Malpraktek" tidak ada, baik di dalam KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) maupun didalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang kesehatan yang tercantum pada kedua Undang-undang tersebut adalah kata
"Kelalaian".
C. Sanksi Hukum :
a. Sanksi Pidana
Untuk kelalaian yang berlaku bagi setiap orang, diatur dalam Pasal 359, 360, dan 361 KUHP
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain, diancam dengan pidana penjara lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun
Pasal 360 ayat (1)KUHP
Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain menderita luka berat, diancam dengan pedana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun
Yang dimaksud dengan luka berat ialah kriteria yang diatur dalam pasal 90 KUHP, yaitu :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencahariaan
3. Kehilangan salah satu pancaindra
4. Mendapat cacat berat (hilangnya salah satu anggota badannya)
5. Menderita sakit lumpuh
6. Terganggu pikirnya selama lebih cepat seminggu
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
Pasal 360 ayat (2) KUHP
Barangsiapa kerena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu dan tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya selama waktu tertentu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah
b. Sanksi Perdata
Seorang dokter yang telah terbukti melakukan kelalaian sehingga pasiennya menderita luka atau mati, dapat digugat secara perdata berdasarkan Pasal 1366, 1370, atau 1371 KUH Perdata
Pasal 1366 KUH Perdata
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalalian atau kurang hati-hatinya
Pasal 1370 KUH Perdata
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-hati seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.
Pasal 1371KUH Perdata
Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberi hak kepada korban, selain mengganti biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut
Pasal 13 67 KUH Perdata
Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Menurut Pasal Undang-undang tersebut diatas :
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan
Ayat (2)
Ganti rugi yang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Penjelasan
Ayat (1)
Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu upaya untuk memberi perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun nonfisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena akibat kesalahan atau kelalaian itu mungkin dapat menyebbkan kematian atau menimbulkan cacat dan permanen
Yang dimaksud dengan kerugian fisik adalah hilangnya atau tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, sedangkan kerugian nonfisik berkaitan dengan martabat seseorang
Ayat (2)
Cukup jelas
c. Tindak Pidana Medis
Terdapat perbedaan yang mendasar antara tindak pidana biasa yang fokusnya adalah akibat dari tindak pidana tersebut. Tindak pidana medis fokusnya adalah justru kausa/sebab dan bukan akibat. Tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana, apabila secara teoritis paling sedikit mengandung 3 (tiga) unsur yaitu :
a. Melanggar norma hukum pidana tertulis
b. Bertentangan dengan hukum (melanggar hukum) dan
c. Berdasar suatu kelalaian
Ukuran kesalahan atau kesalahan/kelalaian dalam hukum pidana adalah kesalahan/kelalaian besar (culpa lata), bukan kelalaian ringan (culpa levis). Seperti hukum perdata penilaian adalah terhadap seseorang/dokter dengan tingkat kepandaian dan keterampilan rata-rata bukan dengan dokter yang terpandai. Culpa pada hakekatnya adalah pertentangan nurani antara kesenjangan disatu pihak dengan kebetulan dipihak lain.
Ukuran yang digunakan untuk culpa bukanlah orang/dokter yang paling hati-hati, malainkan culpa lata itu sendiri. Kelalaian bukanlah suatu penggaran hukum atau kejahatn, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cidera kepada orng lain dan orang itu dapat menerimanya. Namun, jika kelalaian itu dapat mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini dapat diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Culpa lata tidak dapat digunakan dalam bidang hukum perdata, sehingga perkara yang hanya memenuhi culpa levis dapat ditampung dalam hukum perdata dan hukum disiplin tenaga kesehatan
Tolak ukur culpa lata adalah :
a. Bertentangan dengan hukum
b. Akibatnya dapat dibayangkan
c. Akibatnya dapat dihindarkan
d. Perbuatannya dapat dipersalahkan
Beberapa perbuatan yang dapat dikatagorikan dalam tindak pidana adalah :
1. Menipu pasien (pasal 378 KUHP)
2. Sengaja membiarkan pasien tidak tertolong (pasal 322 KUHP)
3. Pengguguran kandungan tanpa idikasi medis (pasal-pasal 299, 348, 349 KUHP)
4. Lalai sehingga menyebabkan kematian atau luka-luka (pasal 359, 360, dan 361 KUHP)
5. Memberikan atau menjual obat palsu (pasal 386 KUHP)
d. Tindak Perdata Medis
Berbeda dengan hukum pidana yang bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, hukum perdata mengandung prinsip "barangsiapa merugikan orang lain, harus memberikan ganti rugi" Menurut hukum perdata, hubungan dokter - pasien dapat terjadi karena 2 (dua) hal yaitu :
1. Berdasarkan Perjanjian (Ius Contractu)
Di sini terbentuk suatu kontrak terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasar kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan apabila diduga terjadi "Wanprestasi" yaitu pengingkaran atas apa yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak melakukan, terlambat melakukan, atau salah melakukan terhadap apa yang diperjanjikan tersebut.
Untuk sahnya suatu perjanjian, Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan syarat-syaratnya :
a. Adanya kesepakatan pihak-pihak yang membuat perjanjian
b. Kemampuan pihak-pihak untuk membuat perjanjian
c. Adanya objek tertentu
d. Mengenal suatu sebab/kausa yang diperbolehkan, halal, diizinkan atau lazim, tidak bertentangan dengan hukum kesusilaan atau ketertiban umum/masyarakat
2. Berdasar Hukum (Ius Delicto)
Di sini berlaku prinsip barangsiapa menimbulkan kerugian, pada orang lain harus memberikan ganti rugi atau kerugian tersebut. Kemungkinan-kemungkinan malpraktek perdata dapat terjadi untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Wenprestasi (Pasal 2139 KUH Perdata)
b. Perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
c. Melalaikan kewajiban (Pasal 1367 KUH Perdata)
d. Kelalaian yang mengakibatkan kerugian (Pasal 1366 KUH Perdata)
Dalam bidang kesehatan/ kedokteran, ada faktor-faktor yang khusus yang tidak dijumpai pada hukum yang berlaku umum sebagai berikut (guwandi, 1991) :
1. Risiko pengobatan (risk of treatment)
a. Risiko yang melekat/inheren
b. Risiko alergik
c. Komplikasi dalam tubuh pasien
2. Kecelakaan medis (medical accident)
3. Kekeliruan penilaian klinis (non negligent error of judgment)
4. "Contributory negligence". Istilah ini secara umum digunakan untuk sikap-sikap tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, yang mengakibatkan kerugian/cidera pada dirinya, tanpa memandang apakah pada pihak dokter terdapat pula kelalaian atau tidak (contoh : nasihat dokter)
Secara yuridis semua kasus dapat diajukan ke pengadilan baik pidana maupun perdata sebagai malpraktek medis dan apabila terbukti bahwa dokter tidak menyamping dari SPM (Standar Profesi Medis).
D. Upaya-Upaya Dalam Bidang Kesehatan
Upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kelalaian profesi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Kemampuan Profesi
Melalui pendidikan kedokteran berkelanjutan akan membantu para dokter untuk mengikuti kemajuan ilmu kedokteran atau menyegarkan kembali ilmunya, sehingga diharapkan dia tidak lagi melakukan tindakan dibawah standar. Dalam program ini perlu diingatkan tentang kode etik kedokteran dan kemampuan melakukan konseling dengan baik
2. Pengetatan Pengawasan Perilaku Etik
Upaya ini akan mendorong dokter untuk senantiasa bersikap hati-hati. Dengan berusaha berperilaku etik setinggi-tingginya, seorang dokter akan semakin jauh dari tindakan melanggar hukum
3. Penyusunan Proposal Pelayanan Kesehatan
Proposal ini mencakup dengan pembuatan rekam medis (medical record). Selama dokter bertindak sesuia dengan proposal tersebut, dia dapat terlindungi dari tuduhan malpraktek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar